Archive for the ‘MATERI KHUTBAH’ Category

ayo sholat   Leave a comment

الحمد لله الذي تَخْضَعُ لعظمته السَماواتُ والأَرْضُوْنَ ، ويَخْشَعُ لجلاله عِبَادُهُ المؤمنونَ

القائلُ (وما خلقتُ الجنَّ والإنسَ إلا ليعبدونَ).

نحمده ونستعينه ونستهديه ونستغفره ونتوب إليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا

من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له.

أشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شرك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، الذي لا نبي بعده.

اللهم صل وسلم علي نبينا محمد خاتم الأنبياء والمرسلين وعلي آله الطاهرين وأصحابه الطيبين ومن تبعهم بإحسان

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Pada suatu malam, Allah Dzat Yang Maha Agung, berkenan mengundang hamba terkasihNya yang berbudi pekerti yang agung, Rasulullah r menghadap kepadaNya di atas langit 7, untuk menerima sebuah syariat yang agung secara langsung, ialah perintah sholat 5 waktu dalam sehari semalam. Hal ini berbeda dengan perintah-perintah lainnya, semisal perintah zakat, saum Ramadhan, dan ibadah haji. Semua perintah ini diturunkan Allah Swt. lewat perantaraan Malaikat Jibril. Maka dari itu, sudah sepantasnya apabila shalat merupakan syare’at agung yang wajib kita junjung.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Disamping itu karena shalat memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya shalat adalah salah satu dari pilar agama, maka barang siapa yang mendirikan shalat, sama artinya dengan mendirikan bangunan agamanya. Sebaliknya, barang siapa yang meninggalkan (serta menyia-nyiakan) shalat, sama artinya dengan meruntuhkan bangunan agamanya. Itu pula sebabnya kehancuran umat akan benar-benar terjadi ketika orang-orang yang mengaku muslim sudah berani meninggalkan shalat tanpa alasan yang dibenarkan.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang meyakini adanya hari perhitungan di akhirat kelak, sebagai sebuah perjanjian yang mengikat antara hamba dengan Khaliknya. Pada sisi ini, shalat merupakan ibadah harian yang menjadikan seorang Muslim selalu dalam perjanjian dengan Allah Swt. karena ketika seorang muslim terombang-ambing di dalam bahtera kehidupan, maka datanglah shalat menyelamatkannya ke tepian rahmat Allah Swt. Ketika dia dilupakan oleh kesibukan dunia maka datanglah shalat untuk mengingatkannya. Ketika dia diliputi oleh dosa-dosa dan hatinya penuh ‘debu kelalaian’, maka datanglah shalat untuk membersihkannya. Ia merupakan ‘kolam renang’ ruhani yang dapat membersihkan ruh dan menyucikan hati, lima kali dalam sehari semalam, sehingga tidak tersisa kotoran sedikit pun.

Dari riwayat Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kalian sekiranya ada sungai di depan pintu (rumah) salah seorang di antara kalian lalu dia mandi di dalamnya setiap lima kali, apakah masih ada yang tersisa dari kotorannya?” Mereka menjawab, “Tidak ada yang tersisa sama sekali.” Nabi saw. bersabda, “Yang demikian itu adalah perumpamaan shalat lima (waktu). Allah menghapuskan dosa-dosa dengannya.” (HR Al Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Shalat, sebagaimana disyariatkan oleh Islam, bukanlah sekedar hubungan ruhani dalam kehidupan seorang Muslim. Sesungguhnya shalat dengan adzan dan iqamatnya, berjamaah dengan keteraturannya, dilaksanakan di rumah Allah dengan kekhusu’annya, penampilan yang rapih, bersih dengan kesuciannya, menghadap ke kiblat’ dengan ketepatan waktunya, maupun kewajiban-kewajiban lainnya seperti takbir, tasbih, tahmid, tilawah, maupun perbuatan-perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan ini semuanya maka shalat mempunya nilai lebih dari hanya sekedar ibadah. Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj pendidikan dan pengajaran yang sempurna, yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi bersih dan bersemangat, akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi bersih dan suci. Karenanya, jiwa pun menjadi lapang dan tenang.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Shalat merupakan minhaj yang kamil (metode yang sempurna) untuk mentarbiyah ummat yang sempurna pula. Shalat itu dengan gerakan tubuh dan waktunya yang teratur sangat bermanfaat untuk tubuh, sekaligus ia merupakan ibadah ruhiyah. Dzikir, tilawah dan doa-doanya sangat baik untuk pembersihan jiwa dan melunakkan perasaan. Shalat dengan dipersyaratkannya membaca AL Fatihah di dalamnya, sementara AL Qur’an menjadi kurikulum Tsaqafah Islamiyah yang sempurna telah memberikan bekal pada akal dan fikiran dengan berbagai hakekat ilmu pengetahuan, sehingga orang yang shalat dengan baik akan sehat tubuhnya, lembut perasaannya dan akalnya pun mendapat gizi.

Ma’asyral muslimin rahimakumullah….

Seorang doktor di Amerika Serikat telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang dia jumpai dalam penyelidikannya. Dia seorang doktor dalam bidang neurologi.

Ketika dia ditanya bagaimana dia bisa memeluk agama Islam, doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu beliau melakukan riset (kajian) urat saraf, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara normal.

Ma’asyral muslimin rahimakumullah….

Setelah membuat kajian yang cukup memakan waktu, akhirnya dia mendapat hasil bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak manusia kecuali pada saat seseorang itu sedang sujud, seperti ketika melaksanakan ibadah shalat. Urat saraf tersebut memerlukan darah hanya untuk sukatan tertentu saja. Keseimbangan kadar darah yang dibutuhkan oleh urat saraf tersebut mengikuti jadwal waktu sembahyang yang diwajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah. Oleh karenanya, bagi orang yang tidak melaksanakan shalat, urat saraf otaknya tidak sempurna dalam menerima darah secukupnya untuk berfungsi secara normal.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Kemudian shalat itu dengan disyaratkannya secara berjamaah, maka akan bisa mengumpulkan ummat lima kali setiap hari dan sekali dalam satu pekan dalam shalat jum’at di atas nilai-nilai sosial yang baik, seperti ketaatan, kedisiplinan, rasa cinta dan persaudaraan serta persamaan derajat di hadapan Allah yang Maha Tingi dan Besar. Maka kesempurnaan yang manakah dalam masyarakat yang lebih sempurna daripada masyarakat yang tegak di atas pondasi tersebut dan dikuatkan di atas nilai-nilai yang mulia?

Ma’asyral muslimin rahimakumullah….

Umat Islam telah sepakat, bahwa siapa saja yang meninggalkan shalat karena menentang kewajiban shalat dan karena menghinanya maka ia telah kafir. Tidak seorang pun di antara para Imam Mazhab, semisal baik Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Daud Azhahiri, Imam Ishaq maupun yang lainnya yang mengatakan bahwa shalat bagi seorang muslim boleh dikerjakan dan ditinggalkan sekehendak hatinya. Allah Swt berfirman:

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang-orang yang beriman, yang waktunya telah ditentukan”. (An-Nisa: 103)

Oleh karena itu, bukanlah dikatakan masyarakat yang Islami, apabila ada masyarakat yang hidup tanpa ruku’ dan sujud kepada Allah SWT, dan mereka tidak memperoleh sanksi atau pengajaran dengan alasan bahwa manusia itu mempunyai hak kebebasan untuk berbuat.

Bukanlah masyarakat Islami, mereka yang membangun perkantoran-perkantoran, lembaga-lembaga, pabrik-pabrik dan sekolah-sekolah, sementara di dalamnya tidak ada masjid yang dipergunakan untuk shalat dan didengungkan suara adzan.

Bukanlah masyarakat Islami, mereka yang tidak menghentikan aktivitas duniawinya ketika datang seruan Allah, bukankah yang diserukan Allahu akbar.., tidakkah kita paham bahwa makasudnya Adalah hanya Allah-lah yang paling agung, maka barang siapa yang tidak meninggalkan aktivitasnya ketika berkumandang panggilan Tuhannya, seakan ia berkata urusankulah yang agung dan utama..

Bukanlah masyarakat Islami, masyarakat yang tidak mengajarkan shalat kepada putera-puterinya di sekolah-sekolah dan di rumah-rumah, sejak masa kanak-kanak.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….

Kesimpulannya, makhluk Allah yang bergelar manusia jika tidak melaksanakan shalat sesuai yang diajarkan oleh Islam, apalagi dia tidak beriman, walau pun akal mereka kelihatan berfungsi secara normal, tetapi sebenarnya dalam suatu kondisi, mereka kehilangan kesempurnaan berpikir dan kurang pertimbangan dalam membuat keputusan yang normal dan bijakasana.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Ma’asyral muslimin rahimakumullah….

Renungkan, seorang hamba yang teramat kecil di hadapan-Nya, yang tiada memiliki apa-apa, yang tercipta dari air yang hina, bisa berhadapan dan berkomunikasi langsung dengan Zat Yang Mahatinggi dan kuasa atas segala sesuatu. Bukankah hal ini adalah sebuah keistimewaan dan anugerah yang tiada tara? Tidak hanya itu, penelitian ilmiah menunjukkan pula bahwa shalat memiliki segudang manfaat, baik secara fisik maupun psikologis, termasuk kemampuannya dalam menangkal dan menyembuhkan beragam penyakit fisik, mengurangi stres, menumbuhkembangkan mental yang sehat, dan tentu saja menyembuhkan beragam penyakit rohani, mulai dari ujub, riya, takabur, dengki, sum’ah, hingga penyakit malas. Ketika seseorang mampu melaksanakan shalat secara istiqamah, khusyuk, dan tuma‘ninah, dia pun berpeluang mendapatkan pengalaman rohani tertinggi (peak experience) serta bangkitnya kesadaran puncak (altered states of conciousness) sebagai hasil konkret dari ketersambungan dengan Dzat yang Mahatinggi.

Ma’asyral muslimin rahimakumullah….

vøYÞPVßXM… †WTßKV… JðS/@… :‚W WãHTVÖXM… :‚PVMX… N†WTßKV… øYß`ŸS‰T`Æ@†WTÊ gyYYÎVK…Wè WáléVÕJð±Ö@… v÷X£`{Y¡YÖ

“Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.”(QS Thaha, 20: 14)

ó£TSÚK<…Wè ðÐWTÕ`åVK… YáléVÕQW±Ö@†YŠ `¤YiV¹p²@…Wè $†Wä`~VÕWÆ ‚W ðÐSTÕLWTTó©WTß $†_TÎp¦Y¤ SÝ`™PVTß %ðÐSTÎS¦ó£TWTß SàW‰YÍHTWÅ<Ö@…Wè uüWépTÍTPVÕYÖ (132)

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.(QS. Thoha: 132)

Posted Juli 2, 2010 by itcpare in MATERI KHUTBAH

KEUTAMAAN BULAN ROJAB   Leave a comment

الحمد لله الذي أمر باتباع رسوله وسلوك سبيله ، ونهانا عن الابتداع في دينه ،

فقال سبحانه وتعالى : { اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ } ،

وأشهد أن لا إله إلا الله ، لا يقبل من الأعمال إلا ما شرعه ، وكان خالصًا لوجهه –

وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله ،

حذر من البدع فقال : « وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة »

اللهم صل عليه وعلى آله وأصحابه ومن تمسك بسنته وسلم تسليمًا كثيرًا .

أما بعد : أيها المسلمون اتقوا الله تعالى ، واعلموا أن البدع والمحدثات في الدين أصل كل بلاء وفتنة ، وأن الشيطان يحرص كل الحرص على صد الناس عن الدين الصحيح ،

فإن رأى منهم عدم رغبة في الدين شجعهم على ذلك وزين لهم المعاصي والشهوات وفتح لهم أبواب الشبهات ، وإن رأى منهم محبة للدين أدخل عليهم من البدع والزيادات ما يفسده عليهم فتنبهوا لذلك ، واعلموا أن الشريعة جاءت كاملة لا تحتمل الزيادة والنقصان

لأن الله تعالى يقول : { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } ، فلا مكان للبدعة في دين الله ،

قال الإمام مالك رحمه الله : من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة فقد زعم أن محمدًا – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم – خان الرسالة لأن الله يقول : { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } ، فما لم يكن يومئذ دينًا فلا يكون اليوم دينًا .

إن المبتدع معاند لله مشاق له لأن الله حدد الطرق الموصلة إلى الخير وحصرها . وهذا المبتدع يريد أن يزيد عليها أو ينقص منها فجعل نفسه شريكًا لله في تشريعه وكفى بذلك ضلالًا وإثمًا مبينًا ،

والله أمر باتباع ما شرعه ، فأبى المبتدع ذلك واتبع هواه بغير هدى من الله .

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Qs. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.

Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)

Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207

Mengkhususkan Shalat Tertentu dan Shalat Roghoib di bulan Rajab

Tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.

Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis pertama  bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at. Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 70 kali.

Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).

Ibnul Jauziy rahimahullah mengatakan, “Sungguh, orang  yang telah membuat bid’ah dengan membawakan hadits palsu ini sehingga menjadi motivator bagi orang-orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti terasa begitu panas. Namun ketika berbuka mereka tidak mampu untuk makan banyak. Setelah itu mereka harus melaksanakan shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan melaksanakan shalat Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu pula dengan sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah ketika itu. Sesungguhnya aku melihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan shalat ini?! Namun shalat ini di kalangan awam begitu urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir shalat Jama’ah pun ikut melaksanakannya.” (Al Mawdhu’aat li Ibnil Jauziy, 2/125-126)

Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya. (Al Bida’ Al Hawliyah, 242)

Ath Thurthusi mengatakan, “Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ini. Shalat ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, para tabi’in, dan salafush sholeh –semoga rahmat Allah pada mereka-.” (Al Hawadits wal Bida’, hal. 122. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 242)

Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya’ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri’tikaf pada waktu tersebut, maka tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih (riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.

Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ Al Fatawa, 25/290-291)